Type Here to Get Search Results !

Tradisi Grebeg Besar di Demak dalam rangka menyambut bulan Dzulhijjah


Grebeg Besar adalah k
esenian tradisional yang berasal dari Jawa. Berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu 'grebeg' dan 'besar'. Kata grebeg yang menyerupai bunyi angin yang menderu diartikan sebagai pengiring atau perkumpulan. Dan kata Besar penyebutan dari kata bulan Dzulhijjah dalam Bahasa Jawa. Dari tersebut sehingga dapat diartikan sebagai perkumpulan besar pada bulan Dzulhijjah.

Tradisi Grebeg Besar merupakan upacara tradisional yang diyakini memiliki nilai ritual keagamaan bagi masyarakat kabupaten demak dalam rangka menyambut datangnya Hari besar yaitu hari raya Idul Adha atau biasa disebut hari Raya haji atau Hari Raya Qurban pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah. 

Semula Grebeg pertama kali diadakan untuk memperingati hari jadi Mesjid Demak yang dibangun oleh Sunan Kalijaga bersama Sunan Bonang, Sunan Gunung Jawi dan Sunan Ampel dengan potongan-potongan kayu atau tata dalam tempo sehari.

Pada waktu itu Masjid Demak merupakan satu-satunya mesjid di Jawa Sebelum peringatan dimulai diupayakankan bagaimana caranya untuk memancing kedatangan masyarakat desa yang masih banyak menganut agama dibawah Islam. Maka diadakan berbagai acara dan beberapa kegiatan diantaranya Grebek Demak.

Kesenian tradisional yang disenangi masyarakat pada waktu itu sehingga membuat rakyat tertarik kepada agama yang menyelanggarakan kesenian tradisional tersebut. Karena seringnya mendengar dan melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang masuk Islam, sehingga membuat masyarakat yang belum tahu mengenai agama menjadi tertarik perhatiannya dan menimbulkan rasa ingin mengerti.

Konon, Grebeg telah ada sejak 1428 tahun saka, atau 1506 Masehi pada zaman Majapahit. Para Raja Jawa secara turun-temurun menyelengarakan upacara pengorbanan dengan menyembelih seekor kerbau jantan yang masih liar untuk disembahkan sebagai sesajian kepada dewa atau arwah para leluhur. Upacara korban merupakan upacara kenegaraan yang disebut Rajaweda  dengan menaruh harapan mendapatkan kemakmuran dan agar dijauhkan dari segala malapetaka.

Pada jaman Kesultanan Demak Bintoro, yang diperintah Raden Patah, kebiasaan Raja Jawa mengadakan upacara Rajaweda ini bertentangan dengan ajaran agama Islam. sehingga upacara tersebut dihilangkan.

Dengan mengambil kebijakan untuk melestarikan grebeg sebagai salah satu jalan untuk pendekatan dengan umat agama yang sebelumnya para wali mengubah corak dan tata acaranya dengan menurut ajaran islam.

Dari setiap kegiatan grebeg besar yang menjadi daya Tarik pada malam tanggal 9 dzulhijjah yang dilaksanakan tumpengan yang berjumlah Sembilan atau songo di serambi depan masjid agung Demak. Tumpengan tersebut berbentuk gunungan atau kerucut pada setiap kerucutnya terdapat lauk-pauknya, jumlah tumpengan yang berjumlah Sembilan itu mencerminkan kebesaran dan jumlah wali yang berjumlah Sembilan orang, yaitu Sunan Demak, Sunan Ampel, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat Dan Sunan Gunung Djati.

Tumpeng yang berjumlah Sembilan kemudian diarak dengan rute dari pendopo kabupaten Demak menuju Masjid Agung Demak untuk direbutkan oleh masyarakat yang telah menunggu di masjid. Masyarakat percaya dengan memperoleh bagian tumpengan masyarakat dapat mendekatkan riski yang telah dianugrahkan oleh Allah swt.

Bahkan masyarakat pun percaya bagian-bagian dari tumpengan seperti bambu-bambu yang dibuat untuk membuat ancakan atau welat mempunyai keampuhan yang dapat dipergunakan untuk serangan hama di sawah, serta untuk tempat usaha yang mereka miliki dapat berkembang. Dan yang menjadi daya Tarik tersendiri dari grebeg besar adalah arak-arakan dari pendopo kebupaten ke komplek makam kadilangu yang dialakukan setelah sholat idul Adha dan Khotbah pada tanggal 10 Dzulhijjah. Ketika menjelang pemberangkatan minyak jamas kegiatan diawali dengan penabuhan gamelan hidup sampai Nampak (rageng) meriah dan para tamu yang suda memakai busana kejawen dan dihibur dengan tarian-tarian budaya jawa.   

Rangkaian acara upacara Grebeg Besar Demak ini meliputi: Selamatan tumpeng sembilan, selamatan ancak, tahlil dan do’a di makam Kanjeng Sunan Kalijogo, prosesi minyak jamas dan prajurit patang puluhan, puncak acara, selamatan Riyayan serta jabat tangan. Dengan ditandai acara jabatan tangan tersebut, maka selesai rangkaian acara Grebeg Besar Demak, dan upacara akan berlangsung kembali pada tahun yang akan datang.

Prosesi penjamasan adalah penyerahan minyak jamas dari Bupati kepada Lurah Tamtomo. Minyak jamas tersebut kemudian akan diarak prajurit patangpuluhan, disertai dengan pertunjukan rebana dan seni singo barong menuju ke pendopo Kadilangu. Setibanya di pendopo kadilangu pasukan atau rombongan diterima oleh Pak lurah Kadilangu, kemudian minyak jamas diserahkan kepada Sesepuh Kadilangu untuk dilakukan prosesi penjamasan.

Umi Amrina Rosyada, Mahasiswi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Walisongo Semarang

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.