Wayang kulit merupakan salah satu kesenian yang sudah berusia lebih dari lima abad. Bila ditinjau dari sejarah yang ada, wayang kulit lahir dari nenek moyang suku jawa di masa silam. Diperkirakan wujud wayang kulit pada masa itu masih terbuat dari rerumputan yang diikat, sehingga bentuk wayang kulit pada masa itu sangat sederhana.
Kata “wayang” dalam bahasa jawa memilik arti “bayangan”, dalam hal ini memiliki maksud wayang merupakan bayangan atau cerminan sifat-sifat manusia, seperti rasa dengki, marah, angkara murka, dendam, pemaaf, sabar, rendah hati, ulet. Sifat para tokoh wayang merupakan cerminan dari sifat-sifat manusia di dunia ini.
Kemunculan kesenian wayang kulit membawakan cerita tersendiri, terkait dengan masuk dan penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Sunan Kalijaga merupakan salah satu anggota Walisongo yang berdakwah menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa lewat kesenian wayang. Sunan kalijaga menerapkan model dakwah dengan pendekatan lewat kesenian dan kearifan lokal. Sunan Kalijaga terlebih dahulu mempelajari watak dan budaya penduduk sekitar.
Keberadaan wayang kulit di tengah-tengah masyarakat dapat dijadikan sebagai media hiburan, media pendidikan serta media informasi. Wayang kulit sebagai media pendidikan dilihat dari cerita-cerita yang disajikan banyak memberikan nasihat, ajaran dan contoh budi pekerti manusia yang baik dan bijak kepada para penonton. Jika dijabarkan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam wayang kulit sebagai berikut:
a) Pendidikan Moral
Terdapat dua tokoh wayang yang tidak asing lagi di telinga masyarakat yaitu Pandawa dan Kurawa. Dua tokoh yang memiliki perbedaan sifat, Pandawa memiliki kepribadian yang baik seperti sifat kesatria, jujur, rendah hati, suka tolong menolong, dan rela berkorban demi kepentingan umum. Sedangkan para Kurawa yang memiliki sifat bertolak belakang dengan para pandawa seperti angkuh, iri hati, sombong, pengkhianat dan curang. Hal ini dapat menjadikan panutan kepada penonton dalam menjalin sosialisasi.
b) Pendidikan Etika
Manusia merupakan mahluk sosial yang seluruh kegiatannya selalu bersinggungan dengan manusia lainnya. Maka dari itu, pentingnya etika yang harus dimiliki setiap manusia. Dalam Pertunjukkan wayang kulit selain sebagai sarana hiburan, di dalam ceritanya menggambarkan watak tokoh yang berbeda-beda. Pertunjukan wayang kulit sebagai salah satu sarana pendidikan non formal banyak memberikan hal-hal berharga bagi masyarakat. Salah satu yang sangat berharga adalah pendidikan etika.
c) Pendidikan Budi Pekerti
Budi Pekerti seseorang menjadi tolak ukur pandangan orang lain kepada orang tersebut. Dalam cerita wayang kulit yang disajikan banyak pengajaran mengenai pendidikan Budi Pekerti yang dapat dijadikan panutan bagai para penontonnya. Segala nilai-nilai pendidikan yang disajikan dalam cerita pewayangan semata-mata sebagai bentuk legitimasi mitos dan aktualisasi konsep nilai-nilai yang bertujuan untuk pendidikan budi pakerti.
Wayang kulit yang dipentaskan di Desa Klampok Lor sebagai media pendidikan masyarakat sekitar tidak hanya kita lihat dari cara pementasannya, namun dapat dilihat dari perwujudan gambar wayang kulit. Menurut sejarahnya para tokoh wayang tersebut adalah merupakan gambaran watak-watak manusia. Sebagian besar watak manusia bisa dilihat dari raut muka, posisi muka, dan warna muka.
Perwujudan raut muka yang mengekspresikan watak terdapat pada bentuk hidung, mata, mulut, dan roman muka. Posisi muka yang mengekspresikan Watak bisa dilihat, misalnya sikap menunduk atau luruh, sikap muka yang melihat kedepan atau longok, atau sikap wajah yang menengadah ke atas atau langak masing-masing posisi muka bisa menggambarkan watak dari tokoh wayang. Segi warna juga dapat mengekspresikan watak wayang, ada yang mukanya berwarna hitam, merah, dan putih.
Titania Cahyaning Widhi, Mahasiswi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Walisongo Semarang