Type Here to Get Search Results !

Permainan Tradisonal Sebagai Implementasi Local Wisdom Terhadap Anak Milenial

 



Bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan dan beraneka ragam suku, bahasa, budaya, tradisi dan agamaKeberagaman tersebut terancam karena adanya perkembangan zaman teknologi dan informasi serta mudahnya mendapatkan informasi melalui media sosial seperti Instagram, Twitter, dan Youtube menjadikan pertukuaran budaya lintas negara membuat perubahan dalam perbedaan setiap tahunnya yang menjadikan terkikisnya sebuah unsur-unsur budaya lokal pada masyarakat. 

Misalnya saja, pada hal sederhana seperti permaianan anak-anak. Hal tersebut menjadikan sebagian besar anak-anak pada saat ini yang lebih dikenal sebagai anak milenial sudah jarang sekali memainkan permainan tradisional dan lebih memilih permainan modern Seperti Free Fire, Mobile Legend, PUBG, dan game yang ada di playstation, smartphone, dan komputer atau laptop.

Hal dikarenakan sebagai orang orang tua di zaman sekarang lebih memilih mendidik anak dengan memberi sebuah smartphone agar anaknya yang rewel bisa diam. Sehingga hal ini membuat permainan tradisional yang digemari oleh anak-anak  semakin terlupakan dan menuju kepunahan.

Fauziddin (2016) mengungkapkan anak usia dini merupakan anak yang berusia 0-6 tahun. Sejalan dengan pendapat prastiti 2008 bahwa anak usia dini merupakan anak yang berusia 0-6 tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan survei selama 3 tahun bahwa anak anak di Indonesia hanya 17,66% yang menyukai membaca maupun belajar, sisanya lebih menyukai menonton televisi atau memainkan gadget yang bersifat hiburan, seperti film kartun, sinetron atau video di Youtube yang di katakan oleh Mobarok (2017).

Penggunaan gawai atau gadget menimbulkan dampak negatif pada anak usia dini antara lain dengan konten yang kurang baik, mempengaruhi kesehatan fisik (masalah penglihatan, kekakuan, cedera tulang belakang karena posisi duduk), mengalami ketergantungan bahkan menghambat perkembangan sosial anak. Pebriana (2017) mengatakan bahwa pengaruh gadget memberikan dampak negatif terhadap interaksi sosial anak. Adapun dampak negatif yang dirasakan oleh anak yaitu dapat mempengaruhi pergaulan sosial anak terhadap lingkungan terdekatnya.

Selain itu, dalam perkembangan mental anak, anak akan menjadi agresif, dan komunikasi anak dengan orangtua ataupun orang lain akan memburuk. Park 2014 mengatakan bahwa anakanak dengan ketergantungan gadget yang tinggi, memiliki sedikit kesempatan dalam berinteraksi dengan orang lain.

Sejalan dengan hasil penelitian menunjukkan sekitar 80% dari penduduk Jakarta Selatan, anak menggunakan gadget untuk bermain, 23% orangtua yang memiliki anak berusia 0-5 tahun mengaku bahwa anak mereka menggunakan internet, sedangkan 82% orangtua melaporkan bahwa anak mereka online setidaknya sekali dalam seminggu.

Maka Dari itu Mahasiswa KKN MIT 14 mengajak bermain permainan tradisional anak-anak di desa klampok lor seperti permainan ular naga, lingkaran kecil dan lingkaran besar, dan bernyanyi lagu daerah. Bertujuan untuk menjaga warisan nenek moyang yang perlu di jaga dan dilestarikan untuk diajak kepada anak-anak zaman milenial karena permainan tradisional mengandung nilai-nilai positif bagi anak.

Irfan Prasetyo Wibowo, Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) UIN Walisongo Semarang 

editor: Ihsanul Fikri

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.