Bangsa Indonesia adalah negara yang bersifat majemuk. Keberagaman mencakup perbedaan suku, budaya, ras, tradisi, status sosial, agama dan sebagainya. Keragaman budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena bertemunya berbagai perbedaan dari individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Dalam masyarakat multikultural interaksi dan komunikasi ada intensitasnya yang cukup tinggi. Kemampuan bersosial perlu di miliki setiap manusia karena di butuhkan untuk kerja sama, menyelesaikan masalah, simpati, empati, dll.
Keragaman suku budaya, bahasa, dan nilai hidup yang didalamnya sering diakhiri dengan adanya konflik. Konflik yang muncul bersumber pada kekerasan antar kelompok di berbagai kawasan yang menunjukkan betapa rentangnya rasa kebersamaan, betapa kentalnya rasa berburuk sangka antar kelompok, dan betapa rendahnya rasa saling pengertian antar kelompok.
Bagi penyuluh agama yang bertugas sebagai pelayan dari layanan publik dilihat dari beberapa banyaknua konflik yang terus bermunculan mengharuskan penyuluh publik untuk memahami pengetahuan dan kesadaran multikultural. Sehingga memiliki kompetensi dalam menyelesaikan masalah terkait perbedaan, sekecil apapun perbedaan kelompok binaannya. Penyuluh perlu meningkatkan persepsi mereka, mencukupkan pengetahuan mereka tentang keberagaman budaya, moderasi beragama dan peran di mainkan oleh penyuluh agama guna membangun keharmonisan beragama pada masyarakat Indonesia yang multikultural.
Sikap keberagamaan yang eksklusif yang hanya memandang kebenaran secara pihak akan menimbulkan gesekan antar agama. Konflik keagamaan yang sering terjadi bersumber dari adanya keberagaman yang eksklusif serta adanya kostestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing masing menggunakan kekuatannya untuk meraih kemenangan sehingga muncullah konflik. Konflik kemasyarakatan dan pemicu disharmoni masyarakat yang pernah terjadi dimasa lalu berasal dari kelompok ekstrim kiri (komunisme) dan ekstrim kanan (Islamisme). Namun sekarang ini ancaman disharmoni dan ancaman negara kadang berasal dari globalisasi dan Islamisme, yang oleh Yudi (2014 : 251) disebutnya sebagai dua fundamentalisme : pasar dan agama.
Dalam menyelesaikan suatu persolan, Islam moderat melakukan pendekatan kompromi yang menyikapi suatu perbedaan, baik perbedaan agama maupun madzhab dengan mengedepankan sikap toleransi, dengan tetap meyakin kebenaran dari agama dan madzhab masingmasing sehingga mereka semua dapat menerima dengan kepala dingin dan hari yang lapang tanpa harus melibatkan sikap yang anarkis.Sikap keberagamaan yang eksklusif yang hanya memandang kebenaran secara pihak akan menimbulkan gesekan antar agama. Konflik keagamaan yang sering terjadi bersumber dari adanya keberagaman yang eksklusif serta adanya kostestasi antar kelompok agama dalam meraih dukungan umat yang tidak dilandasi sikap toleran, karena masing masing menggunakan kekuatannya untuk meraih kemenangan sehingga muncullah konflik. Konflik kemasyarakatan dan pemicu disharmoni masyarakat yang pernah terjadi dimasa lalu berasal dari kelompok ekstrim kiri (komunisme) dan ekstrim kanan (Islamisme). Namun sekarang ini ancaman disharmoni dan ancaman negara kadang berasal dari globalisasi dan Islamisme, yang oleh Yudi (2014 : 251) disebutnya sebagai dua fundamentalisme : pasar dan agama.
Dalam pemikiran Islam moderasi beragama selalu mengedepankan sikap toleran dalam perbedaan. Menerima keterbukaan dalam keberagamaan (inklusivisme). Baik beragam dalam mazhab maupun beragam dalam beragama. Perbedaan tidak menghalangi untuk menjalin kerja sama, dengan asas kemanusiaan (Darlis, 2017). Meyakini sepenuh hati bahwa agama Islam yang paling benar, tidak menuntut harus melecehkan agama orang lain. Sehingga akan terjadilah persaudaraan dan persatuan antar agama, sebagaimana yang pernah terjadi di Madinah di bawah komando Rasulullah SAW.
Dalam keberagaman kebenaran tidak hanya milik satu kelompok saja, melainkan juga milik kelompok lainnya meskipun dalam beragama. Pemahaman ini dari sebuah keyakinan bahwa pada dasarnya setiap agama membawa serta mengajarkan tentang keselamatan. Jadi jelas bahwa moderasi beragama sangat erat kaitannya dengan kebersamaan yang mengajarkan kita untuk memiliki sikap tegang rasa yang merupakan warisan leluhur untuk dapat memahami satu dengan yang lain yang berbeda dengan kita.
Seruan moderasi untuk mengambil jalan tengah, melalui perkataan dan tindakan bukan hanya menjadi tanggung jawab bagi penyuluh agama, atau warga Kementerian agama namun seluruh warga negara Indonesia saja dan seluruh umat manusia, karena itu merupakan tanggung jawab kita bersama menuju kebersamaan dan perdamaian. Sehingga tidak sampai menimbulkan peristiwa penembakan di masjid Selandia Baru yang menewaskan 50 jamaah salat jum’at.
Ropiana, Mahasiswi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) UIN Walisongo Semarang